Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ada potensi penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2023 dari semula sebesar 5,3 persen.
“Meskipun kalau kita lihat secara hati-hati tahun 2023, ada tendensi revisi ke bawah terhadap proyeksi ekonomi,” kata Sri Mulyani dalam rapat dengan komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat pada Rabu, 31 Agustus 2022.
Hal itu, kata dia, karena hawkish dari bank-bank sentral di negara maju yang akan terus menaikkan suku bunga pada 2023.
Kenaikan suku bunga itu diperkirakan akan memukul pertumbuhan ekonomi dan akan berpotensi mengenai Indonesia dari sisi ekspor.
“Dan itu tentu saja tadi ekspor kita yang bisa tumbuh di atas 30 persen, mungkin bukan menjadi base line yang akan terus-menerus terjadi,” ujar Sri Mulyani.
Selain itu, kata dia, pemerintah juga sangat hati-hati melihat konsumsi masyarakat yang kemungkinan akan juga mengalami dampak pelemahan akibat kenaikan harga-harga.
“Ini yang kemudian perlu untuk kita lihat untuk forecast tahun 2023, faktor-faktor baru ini harus kita pertimbangkan,” kata dia.
Dengan pertumbuhan ekonomi 5,3 persen, konsumsi rumah tangga akan tetap bertahan di atas 5 persen.
Hal itu berarti sebuah asumsi yang cukup optimistis.
“Makanya kalau kita terlalu bicara optimis namun waspada, kita langsung memahami kalau optimisme ini perlu dikalibrasi dengan kewaspadaan,” kata Sri Mulyani.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga akhir tahun 2022, diproyeksikan masih stabil di 5,2 persen.
Di kuartal III ini, kata dia, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan tumbuh tinggi, karena memang baseline untuk kuartal ketiga tahun lalu akibat penyebaran Covid varian Delta yang berimbas pada pertumbuhan ekonomi cukup rendah.
Dengan begitu pemulihan untuk kuartal III pergerakan masih di atas 5 persen “Ini kemudian kita akan coba jaga hingga kuartal keempat,” ujar Sri Mulyani.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.